KEBIJAKAN
MONETER DAN EKONOMI ISLAM
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan kebijakan
moneter terhadap perekonomian telah terjadi perdebatan dalam ilmu ekonomi
konvensional. Dalam ekonomi islam kebijakan moneter hanyalah representatif dari
sektor riil. Akibatnya sekktor ekonomi dengan sektor riil menjadi tidak
relevan, sebab sektor moneter selalu terkait langsung dengan sektor riil.
Penghapusan bunga di satu sisi dan penerapan loss profit sharing (LPS) di sisi lain merupakan built in system yang akan menggabungkan
kedua sektor ini. Makalah ini mencoba untuk mengenal lebih jauh terhadap
kebijakan moneter dalam ekonomi islam.
Dengan mempelajari kebijakan moneter
dalam ekonomi islam dapat diketahui lebih mendalam bagaimana mekanisme uang,
bagi hasil, lembaga keuangan sistem dan kebijaksanaan moneter serta mekanisme
ekonomi bagi hasil serta perlu adanya analisis fenomena moneter dalam kaitannya
dengan efek kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi islami.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebijakan Moneter
Moneter menurut bahasa berasal dari
kata latin yaitu moneta yang artinya
uang. Sedangkan menurut istilah moneter adalah segala aktifitas yang berkaitan
dengan arus keuangan, baik teori-teori tentang uang, pengelolaan, kebijakan,
instrumen maupun institusi yang menjadikan uang sebagai objek aktifitasnya. Kebijakan Moneter adalah kebijakan
pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah
uang beredar.
2.2 Sistem Moneter
Islam
Ekonomi moneter
merupakan salah satu bidang yang dibahas dalam ekonomi islam. Ilmu moneter
adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari tentang sifat serta pengaruh
uang terhadap kegiatan ekonomi. Pembahasan dalam kajian moneter dalam bidang
ekonomi diantaranya peranan dan fungsi uang, sistem moneter dan pengaruhnya
terhadap jumlah uang dan kredit, struktur dan fungsi bank, pengaruh uang dan
kredit dalam prekonomian, stabilitas ekonomi, distribusi pendapatan, dan
sebagainya.[1]
Sebagaimana kita ketahui, dalam
kehidupan ekonomi, uang ibarat darah dalam tubuh manusia. Oleh karenanya, uang
memiliki nilai (dalam fungsinya) pada aktivitas ekonomi. Dalam islam permintaan
akan uang terutama dalam transaksi dan kebutuhan kebanyakan ditentukan oleh
tingkat pendpatan dan distribusinya. Permintaan spekulatif akan uang pada
dasarnya dipicu oleh fluktuasi tingkat suku bunga dalam perekonomian kapitalis.
Penurunan tingkat suku bunga yang disertai dengan harapan akan meningkat
merangsang orang atau perusahaan untuk tetap menyimpan uangnya. Karena dalam
perekonomian kapitalis bunga seringkali berfluktuasi. Dengan penghapusan bunga
ini dan kewajiban akan zakat 2,5% setahun dapat meminimalisir permintaan
spekulatif akan uang.[2]
2.3 Kebijakan Moneter
Ilmu moneter merupakan
bidang kajian ilmu ekonomi moneter. Ilmu ekonomi moneter adalah bagian dari
ilmu ekonomi yang mempelajari sifat serta pengaruh uang terhadap kegiatan
ekonomi. Kegiatan ekonomi pada umumnya diartikan suatu kegiatan yang
mempengaruhi tingkat pengangguran produksi, harga dan hubungan perdagangan atau
pembayaran internasional. Beberapa alasan mempelajari kebijakan moneter dalam
ekonomi islam:
1. Mengetahui
lebih dalam mengenai mekanisme uang, bagi hasil, lembaga keuangan, sistem dan
kebijakan moneter, serta mekanisme ekonomi bagi hasil.
2. Menganalisa
fenomena moneter dalam kaitannya dengan efek kebijaksanaan moneter terhadap
kegiatan ekonomi islam.
Sektor moneter merupakan jaringan
yang penting dan mempengaruhi sektor ekonomi riil. Kebijakan moneter merupakan
instrument penting dari kebijakan publik dalam sistem ekonomi baik modern
maupun islam. Namun perbedaan yang mendasar terletak pada tujuan dan larangan
bungan dalam islam. Syarat tercapai dan terjamin berfungsinya sistem moneter
secara baik adalah Otoritas moneter harus melakukan pengawasan kepada keseluruhan
sistem.
Tujuan-tujuan
Kebijakan Moneter Islam:
a.
Menurut Iqbal dan khan
1. Economic
well-being full employment and optimum rate of economic growth.
2. Sosio-economic
justice and equitable distribution of income and wealth.
3. Stability
in the value of money.
b.
Menurut Umer Chapra
1. Kelayakan
ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang optimum.
2. Keadilan
sosial ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan.
3. Stabilitas
dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat dipergunakan
sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan
nilai tukar yang stabil.
4. Penagihan
yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan.
Dari ke empat tujuan diatas sekilas
hampir sama dengan sistem kapitalis.
Akan tetapi kalau dikaji lebih dalam, ada perbedaan penekanan dan komitmen
yaitu tentang nilai-nilai spritual, keadilan sosial ekonomi dan persaudaraan
manusia.
2.4 Kebijakan Moneter
dan Bank Sentral pada Masa Islam Klasik
Pada dasarnya kebijakan moneter
merupakan kebijakan untuk mengelola permintaan dan penawaran uang di pasar
sehingga kondusif bagi pembangunan. Pasa masa Islam awal telah dikenal sebuah lembaga yang bernama Bait al Mall yang berperan serupa dengan
bank sentral yang dikenal masa kini.
Bait al Maal atau Baitul Maal merupakan suatu badan keuangan nasional
yang memiliki cabang-cabang diseluruh negeri islam, dimana ia menjalankan hampir
semua fungsi dari bank sentral masa kini, misalnya menerbitkan uang dan menjaga
stabilitas nilainya.
Konsep Baitul Maaal mendasarkan
ajaran islam dimana Allah adalah pencipta alam semestaini, sementara manusia
hanyalah pemegang kepercayaan untuk memanfaatkan alam semesta sesuai dengan
petunjuk Allah. Negara (kekhalifahan) dibentuk untuk mengemban amanah
menjalankan ajaran-ajaran Allah, termasuk didalamnya menjaga kesejahteraan
masyarakat dan mengatur hak milik masyarakat atas harta benda. Untuk menjalakan
fungsi inilah kemudian dibentuk Bait al Maal, dimana pada saat itu terdiri dari
3 intitusi yaitu :
a. Bait
al Maal al Khas
Bait al Maal al Khas merupakan
institusi perbendaharahaan negara yang khusus berfungsi mengelola dana-dana
penyelanggaraan pemerintahaan. Bebarapa contoh dari hal ini adalah pengeluaran
pribadi khalifah, perawatan fasilitas negara, pensiunan anggota khakifah,
pengawal khalifah, hadiah kepada tamu-tamu negara dan pengeluaran khusus
laninya.
b. Bait
al Maal
Bait al Maal merupakan bank nagi
negara islam, tugas lembaga ini masih sederhana, tetapi telah menjalankan
fungsi-fungsi dasar bank sentral sebagaimana dalam perekonomian modern kecuali
penerbitan mata uang, pengadaan kredit, dan pengawasan suku bunga. Fungsi
penerbitan uang tidak dilakukan karena pada waktu itu masyarakat muslim
menggunakan mata uang yang diterbitkan oleh negara lain yaitu Dinar Romawi dan
Dirham Persia.
c. Bait
al Maal al Muslimin
Bait al Maal al Muslimin merupakan lembaga pembendaharaan dalam arti
yang lebih luas, yaitu perbendaharaan
bagi seluruh kaum muslimin dan masyarakat umum yang memiliki fungsi
untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana untuk kepentingan umum, misalnya
penyediaan pekerjaan umum, perbaikan jalan-jalan dan jembatan, mesjid dan
fungsi publik lainnya. Sejarah membuktikan bahwa upaya peningkatan
kesejahteraan ini tidak hanya mencakup masyarakat muslim tetapi juga nonmuslim.
2.5 Kebijakan Moneter
dalam Perspektif Modern
Umer Capra menyebutkan tujuan utama
dan fungsi kebijakan moneter dalam kerangka ekonomi yang Islami adalah untuk
mencapai :
a. Kesejehtaraan
ekonomi yang diperluas dengan kesempatan kerja penuh dan laju pertumbuhan
ekonomi yang optimal.
b. Keadilan
sosial ekonomi dan distribusi kekayaan, serta pendapatan yang merata.
c. Stabilitas
nilai mata uang untuk memungkinkan alat tukar sebagai suatu unit yang dapat
diandalkan, standar yang adil bagi pembayaran masa depan, serta penyimpanan
nilai yang stabil.
d. Mobilitas
dana tabungan – investasi untuk pembangunan ekonomi dalam suatu cara yang adil
sehingga pengembalian keuntungan dapat dijamin bagi semua pihak yang
bersangkutan.
e. Memberikan
semua bentuk pelayanan yang efektif yang secara normal diharapkam dari sistem
perbankan.
Pengahpusan
bunga dan penerapan LPS dalam sistem moneter dalam islam akam membawa implikasi
yang fundamental terhadap instrumen kebijakan yang digunakan.
2.6 Alat-alat kebijakan
Moneter
a. Target
pertumbuhan dalam M dan Mo
b. Peran
serta masyarakat dalam permintaan tabungan
c. Penyediaan
cadangan yang sesuai dengan ketentuan
d. Alokasi
kredit yang berorientasi pada nilai
e. Sertifikat
deposito
2.7 Sumber Ekspansi
Moneter
Fungsi utama sistem moneter adalah
melengkapi kebutuhan transaksi masyarakat, khususnya dalam rangka menumbuhkan
ekonomi. Dari pendekatan ekonomi islam, ada 3 sumber ekspansi moneter, yaitu:
1. Fiat Money Creation
Alasan Bank sentral membuat uang
ialaha agar pemerintah meminjam secara langsung uang pada bank ini. Dengan
kasus:
a. Terjadinya
anggaran defisit
b. Bank
sentral berusaha menstabilkan ekonomi melalui kegiatan pasar-terbuka (open
market)
c. Bank
sentral memutuskan melakukan “perluasan” kegiatan pasar-terbuk
2. Credit Money
3. Balance-of-payments surplus
2.8 Instrumen Keuangan
Fungsi fundamental yang ke dua dari
sistem moneter dan keuangan adalah harus mendorong penanaman sumber dan
pengalokasiannya ke investor. Dalam sistem konvensional dilakukan oleh lembaga
perantara keuangan yang didasarkan pada tingkat bunga fix, sedangkan dalam
ekonomi bebas dilakukan dengan sistem bagi hasil. Uang merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam sistem ekonomi modern. Adapun fungsi uang :
1. Uang
sebagai alat tukar
2. Uang
sebagai satuan pengukur nilai
3. Uang
sebagai alat penimbun/penyimpan kekayaan
Sedang dalam islam fungsi nomor tiga
diakui sebagi sebuah fungsi uang karena bertentangan dengan kaidah syariah.
Keadaan riil menunjukkan bahwa
perkembangan pasar uang dunia saat ini, sebagian besar dipergunakan untuk
memperdagangkan uang itu sendiri. Hanya 5% dari transaksi di pasar uang yang
berkaitan dengan transaksi barang dan jasa. Bahkan volume transaksi pasar
barang dan jasa hanya 1,5% dibandingkan dengan turn over transaksi di pasar
uang. Ekonomi klasik mengatakan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung
(Direct Utility Junction), hanya bila uang itu digunakan untuk membeli barang,
maka barang itu akan memberikan kegunaan.
Teori Ekonomi Neo Klasik mengatakan
kegunaan uang timbul dari daya beli. Jadi uang memberikan kegunaan tidak
langsung (Indirect Utility Function). Dua Fungsi fundamental uang pada sistem
finansial secara keseluruhan:
a. Memungkinkan
terjadinya likuiditas secara mencukupi, sehingga produksi dan tukar menukar
dapat terjadi secara wajar.
b. Termobilisasinya
pendapatan, sumber daya dan pengalokasian investor secara sesuai.
Berkaitan dengan fungsi uang diatas,
maka keberadaan lembaga dan pengatur peredaran uang diperlukan. Seperti yang
dijelaskan oleh Munawar Iqbal dan M. Fahim khan “A survey of Issues and A
Programme for Research in monetary and Fiscal Economics of Islam”:
Teori moneter modern, penimbunan
uang berarti menghambat atau memperlambat perputaran uang yang berarti semakin
kecil transaksi yang terjadi, sehingga perekonomian menjadi lesu. Sedangkan
peleburan uang berarti mengurangi jumlah penawaran uang yang dapat digunakan
untuk melakukan transaksi.
Berikut
ini adalah kaitan uang dengan perekonomian:
1. Uang dan nilainya
Masyarakat selalu mengatakan fungsi
uang mempengaruhi simpanan. Menurut ekonomi konvensional, bahwa orang yang
menumpuk uang bahwa berarti ia telah mengumpulkan nilai materi sampai uang yang
tertumpuk itu dapat mencapai kekuatan daya beli. Pandangan demikian adalah
keliru. Menurut Imam Ghazali dan Ibnu Khaldun, Uang bukan sesuatu yang
menguntungkan. Angka yang tertera tidak menguntungkan dan tidak bernilai. Dasar
kehidupan ekonomi adalah produksi, yang merupakan hasil usaha dari
individu-individu. Selama uang masih dikaitkan dengan produksi, maka tidak ada
cara apapun yang dpat membuatnya bernilai. Uang tidak akan bernilai jika tidak
digunakan sebagai alat pembayaran. Maka uang yang ditumpuk tidak sama dengan
uang yang beredar. Jadi uang tidak untuk disimpan atau ditumpuk saja tapi harus
diproduksi.[3]
2. Uang dan ukuran
nilai
Bila uang diterima sebagai alat
pembayaran, maka otomatis terkait dengan uang sebagai alat ukur. Proporsi
pertukaran uang dengan komoditi tidak selalu stabil, oleh karena itu sering
kita mendengar nilai uang suatu bangsa turun naik. Hal ini berarti daya beli
uang negara tersebut naik dan turun. Ketidakstabilan dan ketidak menentuan
nilai uang adalah akar penyebab penyakit ekonomi modern.
3. Permintaan dan penawaran
uang
Kenyataannya permintaan uang sama
dengan permintaan barang yang ditawarkan. Oleh karena itu, permintaan barang
yang tidak terbeli maka akan terjadi penumpukan persediaan. Tidak ada
seorangpun yang memerlukan uang untuk mendapatkan uang kembali. Hal ini karena
uang tidak bermanfaat.
Teori
permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi islam:
a.
Permintaan Uang menurut Mazhab Iqtishoduna
Menurut mazhab ini, permintaan uang
hanya ditujukan untuk 2 tujuan yaitu transaksi dan berjaga-jaga atau untuk
investasi.
b.
Permintaan Uang menurut Mazhab Mainstream
Permintaan uang dikategorikan dalam
2 hal yaitu permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Landasan
filosofis teori dasar permintaan uang ini adalah bahwa Islam mengarahkan
sumber-sumber daya yang ada untuk dialokasikan secara maksimum dan efisien.
Pelarangan hoarding money atau penimbunan kekayaan merupakan “kejahatan”
penggunaan uang yang harus diperangi. Pengenaan pajak terhadap aset produktif
yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Ini
dilakukan untuk mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada kegiatan usaha
produktif. Penerapan kebijakan ini berdampak pada pola permintaan uang untuk
motif berjaga-jaga. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif
yang dianggurkan, maka permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Oleh karena
itu orang berusaha untuk memperkecil pajak yang dibayarkan kepada pemerintah
dengan cara mengurangi kekayaan yang idle (nganggur). Hal ini berarti velocity
of money akan meningkat, dengan meningkatnya komponen ini maka akan mengurangi
permintaan uang untuk berjaga-jaga dan sekaligus akan meningkatkan permintaan
uang untuk transaksi. Peningkatan uang yang digunakan untuk transaksi dan
investasi akan berdampak pada peningkatan pendapatan nasional.
c.
Permintaan Uang menurut Mazhab Alternatif
Permintaan uang menurut mazhab ini
terkait erat dengan konsep endogenous uang dalam Islam. Konsep ini dalam Islam
secara sederhana diartikan sebagai: “Keberadaan uang pada hakikatnya adalah
representatif dari volume transaksi yang ada dalam sektor riil”. Konsep ini
menjebatani dan tidak mendikotomi antara pertumbuhan uang disektor moneter dan
pertumbuhan nilai tambah uang disektor riil. Islam menganggap bahwa perubahan
nilai tambah ekonomi tidak dapat didasarkan semata-mata pada perubahan waktu.
Nilai tambah uang terjadi jika dan hanya jika ada pemanfaatan secara ekonomis
selama uang tersebut digunakan. Dengan demikian, tidak selalu nilai uang harus
bertambah walau waktu terus bertambah, akan tetapi nilai tambahnya akan
tergantung dari hasil yang diusahakan dengan uang itu.
4. Pentingnya uang
dalam perekonomian
Kehidupan ekonomi merupakan mata
rantai hubungan dari permintaan, persediaan dan penawaran yang tidak pernah
putus. Oleh karena itu, kita perlu mempertahankan kelancaran arus peredaran
uang agar transaksi yang efisien, proses memberi dan jual beli dapat
berlangsung. Oleh karena itu dalam Islam, penumpukan uang (Kanz) dilarang, karena
dapat menutup arus peredaran. Akibatnya akan menghambat efisiensi usaha dan
pertukaran komoditas produksi dalam perekonomian. Jika demikian maka kemakmuran
tidak akan tercapai.
Perjalanan ekonomi sangat tergantung
dengan uang dan modal. Dalam ekonomi konvensional, tidak adanya perbedaan
antara uang dan modal. Namun dalam konsep ekonomi Islam, uang dan modal
merupakan sesuatu yang berbeda. Dimana uang adalah milik masyarakat, sedangkan
modal adalah milik individu. Jadi barang siapa yang menimbun uang (atau
membiarkan tidak produktif) berarti akan memberikan pengaruh negatif terhadap
perekonomian nasional. Sedangkan modal adalah milik pribadi dalam Islam, modal
adalah objek zakat. Jadi kalau modalnya tidak diproduktifkan akan habis
digerogoti oleh zakat. Resiko dapat diminimumkan dengan melakukan qard
(meminjamkan modal) tanpa mengambil imbalan apapun kecuali dengan kerjasama
dengan sistem bagi hasil.
2.9 Transfer Dana Dalam
Sistem Moneter Islam
Perputaran uang pada dasarnya adalah
dari surplus unit kedefisit unit. Dalam perputaran ini bisa berbentuk transaksi
bisnis dengan sistem bagi hasil ataupun transaksi tabarru’ tidak mengharapkan
imbalan. Inti mekanisme bagi hasil pada dasarnya terletak pada kerja sama yang
baik antara Shahibul mal dengan Mudharib. Kerja sama merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi
Islam. Kondisi ini dapat dilihat pada hubungan antara kaum muhajirin dan kaum
anshar.
Kerja sama ekonomi harus dilakukan
dalam semua lini kegiatan ekonomi, yaitu produksi, distribusi barang maupun
jasa. Salah satu bentuk kerja sama dalam bisnis islam adalah Qirad atau
Mudharabah. Qirad atau Mudharabah adalah kerja sama antara pemilik modal atau
uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan atau tenaga dalam
pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Melalui Qirad atau Mudharabah
kedua belah pihak yang bermitra tidak mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan
bagi hasil atau profit dan loss sharing dari proyek ekonomi yang disepakati
bersama.
Dalam era modern ini kegiatan
ekonomi tidak bisa lepas daari peran lembaga keuangan. Lembaga keuangan (bank)
sebagai lembaga perantara antara pihak surplus dana kepada pihak minus dana
menjalankan fungsi: [4]
1. Pengumpulan Dana
Kegiatan ini dilakukan dengan
memberikan jasa simpanan/tabungan yang bentuknya bisa terikat dan tidak terikat
atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya.
Adapun
akad yang melandasi kegiatan simpanan ini ialah :
a. Simpanan wadiah
Merupakan titipan dana
yang tiap waktu dapat ditarik pemiliknya atau anggota dengan cara mengeluarkan
semacam surat berharga pemindahbukuan/transfer dan perintah membayar lainnya.
Simpanan wadiah dikenakan biaya administrasi namun oleh karena dana yang
dititipkan diperbolehkan diputar oleh pengelola, maka penyimpan dana akan
mendapat bonus sesuai dngan jumlah dana yang berperan dalam pembentukan
keuntungan bagi pengelola.
b. Tabungan Mudharabah
Tabungan pemilik dana
yang penyetorannya dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati sebelumnya. Pada simpanan mudharabah tidak diberikan
bunga namun bagi hasil.
2. Penyaluran dana
Lembaga keuangan (Bank) islam juga
merupakan lembaga bisnis dalam rangka memperbaiki perekonomian umat. Sehingga
dana yang dikumpulkan harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat
yang membutuhkan. Pinjaman dana kepada anggota disebut pembiayaan. Pembiayaan
merupakan fasilitas yang diberikan lembaga keuangan (bank) Islam kepada
masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh
lembaga keuangan islam tersebut dari masyarakat yang surplus dana.
Dari sudut pandang makroekonomi,
pinjaman tanpa bunga akan menciptakan suatu sistem efisiensi dana untuk
produksi atau konsumsi dengan asumsi yang meminjamkan dan yang meminjam
memiliki informasi yang sempurna. Dana pinjaman ini biasanya dibayar tepat
waktu dan tanpa biaya administrasi. Oleh karena itu, sistem ini mendorong
peningkatan kesejahteraan umum dan ekspansi agregat supply.
Jenis
pembiayaan yang dilakukan oleh bank islam:
a.
Pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil (BBA)
Pembiayaan yang berakad jual beli.
Perjanjian antara bank Islam dengan nasabah, dimana Bank Islam menyediakan
dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha
anggotanya yang kemudia proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau
angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah
atas harga barang dan marjin keuntungan yang disepakati.
b.
Pembiayaan Murabahah (MBA)
Pembiayaan berakad jual beli.
Pembiayaan ini merupakan kesepakatan antara Bank Islam sebagai pemberi modal
dan nasabah (Debitur) sebagai peminjam. Prinsipnya sama dengan pembiayaan Bai’u
Bithaman Ajil, hanya saja pengembaliannya dibayarkan pada saat jatuh tempo
pengembaliaannya.
c.
Pembiayaan Mudharabah (MDA)
Pembiayaan dengan akad syirkah.
Perjanjian pembiayaan antara Bank Islam dan nasabah dimana Bank menyediakan
dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana
tersebut untuk pengembangan usahanya.
d.
Pembiayaan Musyarakah (MSA)
Pembiayaan dengan akad
syirkah. Penyertaan Bank Islam sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang
resiko dan keuntungan ditanggung bersama dan berimbang.
e.
Pembiayaan Al-Qordhul Hasan (QH)
Pembiayaan dengan akad ibadah. Suatu
bentuk perjanjian pembiayaan antara Bank Islam dengan Nasabah. Hanya nasabah
yang dianggap layak yang mendapat pembiayaan ini.
f.
Al Ijarah
Merupakan talangan dana sepenuhnya
kepada nasabah dalam rangka untuk pengadaan barang ditambah dengan keuntungan
yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa tanpa diakhiri dengan
kepemilikan. Bank sebagai leasor memberikan kesempatan kepada nasabah untuk
memperoleh manfaat dari barang yang disewa untuk jangka waktu tertentu, dengan
ketentuan nasabah akan membayar sejumlah uang pada waktu yang disepakati bersama.
Apabila habis jangka waktunya, barang yang menjadi objek ijarah tetap menjadi
milik bank.
g.
Ba’iu Takjiri
Merupakan pembiayaan penuh yang
merupakan talangan dana untuk pengadaan barang ditambah keuntungan yang
disepakati dengan sistem pembayaran sewa yang di akhiri dengan kepemilikan.
Prinsipnya hampir sama dengan sewa beli. Setelah habis pembayaran sesuai dengan
jangka waktu yang ditentukan maka objek atau barang yang disewabelikan tersebut
menjadi milik nasabah.
Selain dalam bentuk pembiayaan penyaluran
tabungan dalam investasi adalah infaq dan wakaf. Sebab keduanya mengandung
unsur religi dan spiritual.
2.10 Praktek Bisnis
yang Dilarang Dalam Islam
Sudah menjadi syarat utama dalam
transaksi adalah harus bebas dari larangan-larangan syariah islam. Dalam
bukunya adiwarman karin disebutkan bahwapenyebab terlarangnya transaksi terbagi
menjadi tiga kategori:[5]
1. Haram
zatnya; transaksi dilarang karena objek yang ditransaksikan haram. Seperti
daging babi, khamar, dan sebagainya.
2. Haram
selain zatnya, karena melanggar prinsip suka rela contohnya tadlis, ihtikar,
kedua karena melangar prinsip tidak mendhalimi dan didholimi seperti rekayasa
pasar, bai najasy, taghrir/ gharar, dan riba.
3. Tidak
sah/ lengkap akadnya, faktor faktor tidak lengkapnya akad yang ada seperti
berikut; rukun dan syarat tidak terpenuhi, terjadinya ta’alluq, dan terjadinya
two in one.
2.11 Aset Investasi
Dalam Islam
Menurut hukum Islam, pada
prinsipnya setiap sesuatu dalam muamalah adalah diperbolehkan selama tidak
bertentangan dengan syariah. Hal ini didukung oleh Al-Qur’an, Hadist, dan
pendapat ulama:
1. Dr.
Wahbah az-Zuhaily mengatakan, “Dan setiap syarat yang tidak bertentangan dengan
dasar-dasar syariah dan dapat disamakan
hukumnya (qiyas) dengan syarat-syarat yang sama.”
2. Mazhab
Hambali dan para fuqaha lainnya menerangkan, bahwa “Prinsip dasar dalam
transaksi dan syarat-syarat yang berkenaan dengannya ialah boleh diadakan,
selama tidak dilarang oleh syariah atau bertentangan dengan nash syariah”.
3. QS.An-Nisa:29,
“ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu…”
4. HR.A
bud dawud, Ibn Majah, dan Tirmizi dari Amru bin ‘Auf), Rasulullah memberikan
acuan bagi para umatnya dalam melakukan transaksi atau akad sebagai berikut:
“Perdamaian itu boleh antara orang-orang Islam kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Orang-orang Islam wajib
memenuhi syarat-syarat yang mereka sepakati, kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram”.
2.12 Pasar penghubung
Unit Defisit dengan Unit Surplus
Pada dasarnya kegiatan transaksi
yang dilarang dalam operasionalisasi Bank Islam adalah seolah-olah melakukan
jual beli atau sewa-menyewa uang dari bentuk mata uang yang sama dengan
memperoleh keuntungan darinya. Namun dalam islam ada Pasar modal (Stock
Market), menurut iqbal dan khan mengenai pasar saham dalam kapitalis:
“Suffer
from erratic fluctuation and low rates of divided which make them less
attractive than no-risk, fixed return bonds”
Hal ini tidak dapat diterima karena
dalam ekonomi islam dimana equity financing sangat dianjurkan. Hal ini
diperlukan untuk menjamin bahwa pengusaha dapat meningkatkan kecukupan modal
ekuitasnya tanpa kesulitan, dan investor dapat menjual sahamnya dan melakukan
share (penyebaran) dimana mereka membutuhkan likuiditas. Larangan riba dapat
dijadikan alat untuk menanggulangi terjadinya spekulasi, sehingga dapat
memperkecil terjadinya fluktuasi harga saham.
2.12 Perbankan Islam
Bank Islam adalah bank yang
beroperasi tidak mengandalkan bunga. Dimana baik operasional dan produknya
dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist. Bank Islam adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang. Bank sentral harus menjadi kunci dari
sistem perbankan Islam karena melalui usahanya yang kreatif dan hati-hati
sistem keuangan dan perbankan Islam dapat mengaktualisasikan dirinya. Bank
sentral adalah lembaga yang dipercaya mengelola persediaan uang dengan
melibatkan masalah fiat money seperti halnya pengawasan bank komersial. Bank
sentral akan menentukan program tahunan pertumbuhan persediaan uang yang
diharapkan sesuai dengan tujuan ekonomi nasional, Jika melihat dari sejarah:[6]
1. Pada
masa Pemerintahan khalifah Ali melakukan pencetakan uang dalam jumlah terbatas
2. Pada
masa daulah mu’awiyah, Khalifah Abdul Malik bin Marwan (75 H/695 Masehi)
mencetak dirham khusus bercorak islam, dengan lafadz-lafadz islam yang ditulis
dengan huruf arab gaya kufi. Dengan demikian, dinar persia tidak digunakan
lagi. Barulah pada zaman Abdul Malik (76 Hijriyah) pemerintah mendirikan tempat
percetakan uang di Daar Idjard. Suq ahwaj, Sus, Jay, Manadar, Maisan, Rai,
Abarkubadh, dan mata uang khalifah dicetak secara terorganisir dengan kontrol
pemerintah.
3. Pada
masa Daulah Abasiyah II, Pemerintahan Kirbugha dan Zahir Barkuk pencetakan
fullus tidak dikontrol sehingga menimbulkan inflasi dan memperburuk kondisi
keuangan pemerintahannya.
Kegiatan
dan usaha Bank terkait dengan komoditas:
a. Memindahkan
uang
b. Menerima
dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran
c. Mendiskonto
surat wesel, surat order maupun surat berharga lainnya.
d. Membeli
dan menjual surat-surat berharga
e. Membeli
dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang
f. Memberi
jaminan bank
Ciri-ciri
bank Islam:
1.
Beban Biaya
Beban biaya yang disepakati diantara
para pihak untuk transaksi pembiayaan: Al-Qardul Hasan, digunakan istilah biaya
administrasi atau biaya pelayanan. Sedangkan untuk pembiayaan al-Bai’u Bithaman
Ajil dan al-Murabahah digunakan istilah margin keuntungan. Hal ini berarti:
v Besarnya
beban biaya tidak kaku dan dapat dilakukan tawar menawar dalam batas-batas yang
wajar.
v Beban
biaya hanya dikenakan sampai batas waktu yang telah disepakati bersama dalam
suatu kontrak baru untuk menyelesaikannya.
2.
Tidak menggunakan persentase
Dalam hal pembebanan kewajiban
membayar dalam semua kontrak bank Islam selalu menghindarkan penggunaan
percentase. Sebab penggunaan persentase mempunyai potensi besar untuk
melipatgandakan secara otomatis beban biaya dan pokok pinjaman yang karena
sesuatu hal terlambat membayar.
3.
Tidak ada keuntungan yang pasti
Pada dasarnya yang dilarang dalam
kegiatan mu’amalah adalah mencantumkan keuntungan yang pasti ditetapkan pada
waktu dilakukan aqad pembiayaan. Sedangkan yang diperkenankan dalam siistem
mu’amalah Islami adalah kontrak yang dilakukan baik dalam bentuk pembiayaan
al-mudharabah maupun al-musyarakah yang hakikatnya merupakan sistem yang
didasarkan pada penyertaan dengan sistem bagi hasil.
4.
Dalam simpanan digunakan prinsip al-wadi’ah
Kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk tabungan, oleh penabung dianggap sebagai titipan,
sedangkan pihak bank menganggapnya sebagai barang titipan yang diamanatkan
sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai oleh Bank Islam.
Itulah sebabnya penabung berhak atas bagi hasil dari keuntungan yang didapat
dari usaha bank.
5.
Jual beli uang yang sama dilarang
Menurut Al-Ghazali, uang bagaikan
kaca, kaca tidak memiliki warna, tetapi ia dapat merefleksikan semua warna.
Uang tidak memiliki harga, tetapi uang bisa merefleksikan semua harga.
6.
Jaminan keberadaan terhadap utang
Lazimnya pada bank konvensional
bahwa jaminan kebebasan terhadap utang dari pemberian pinjaman merupakan hal
yang sangat menentukan dalam persetujuan pemberian pinjaman. Sebaliknya dalam
bank Islam, dalam memberikan pembiayaan tidak mengutamakan jaminan kebendaan
kepada peminjam. Sebab barang yang ditalangi pembeliannya oleh bank masih
menjadi milik bank sepenuhnya selama utang peminjam belum lunas.
7.
Pendapatan non halal
Sebagaimana kehidupan masyarakat
yang heterogen. Maka apabila ada pendapatan bank islam yang tidak halal, maka
seperti yang dilakukan Islamic Development Bank, maka hasil transaksi tersebut
dimasukkan ke “Rekening non-halal” yang penggunaannya diperuntukkan bagi
masyarakat muslim yang terkena musibah, atau kebutuhan masyarakat lainnya yang
bersifat sosial.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
ekonomi islam disadari bahwa kebijakan moneter tidak dapat dijadikan
satu-satunya andalan untuk pengeloalaan ekonomi makro, hal tersebut hanya
merupakan salah satu kebijkana ekonomi yang akan senantiasa terkait dengan
kebijakan-kebijakan ekonomi lainnya. Oleh karena itu efektifitas kebijakan
moneter akan sangat tergantung pada banyak sektor, disamping keandalan
kebijakan moneter sendiri. Beberapa hal yang mempengaruhi efektifitas kebijakan
moneter ialah :
·
Singkronisasi kebijakan
moneter dengan kebijakan ekonomi lainnya, terutama kebijakan fiskal dan
kebijakan perdagangan.
·
Hubungan antara bank
sentral dengan pemerintah, dalam hal ini perlu adanya garis tengah karena
sering timbulnya perdebatan tentang posisi independensi bank sentral sebagai
pemegang otoritas kebijakan moneter.
·
Pola dan intensitas
kebijakan moneter, yaitu antara kebijakan yang bersifat pengaturan dengan
kebijakan yang bersifat kebebasan.
[1] Muhammad, Kebijakan
Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Hal 8
[3] Ibid Muhammad.,. Hal
24-26
[4] Sunarto
zulkifli. Panduan praktis transaksi perbankan syariah. Hal 59-112., IBI.
Konsep, produk dan implementasi oprasional bank syariah. Hal 55-247. latifa. M. Alqoud dan Mervyn K. Lewis.,
Perbankan syariah; rinsip praktet prospek. Hal 77-93.
[6] Opcit,
Muhammad., hal 19-22
Kami berharap Kritik, Saran, dan Pendapat nya yang membangun demi perbaikan penulisan kedepannya.
Semoga Bermanfaat.
Kami berharap Kritik, Saran, dan Pendapat nya yang membangun demi perbaikan penulisan kedepannya.
Semoga Bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar