Senin, 17 November 2014

KEBIJAKAN MONETER DAN EKONOMI ISLAM

KEBIJAKAN MONETER DAN EKONOMI ISLAM

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Perkembangan kebijakan moneter terhadap perekonomian telah terjadi perdebatan dalam ilmu ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam kebijakan moneter hanyalah representatif dari sektor riil. Akibatnya sekktor ekonomi dengan sektor riil menjadi tidak relevan, sebab sektor moneter selalu terkait langsung dengan sektor riil. Penghapusan bunga di satu sisi dan penerapan loss profit sharing (LPS) di sisi lain merupakan built in system yang akan menggabungkan kedua sektor ini. Makalah ini mencoba untuk mengenal lebih jauh terhadap kebijakan moneter dalam ekonomi islam.
            Dengan mempelajari kebijakan moneter dalam ekonomi islam dapat diketahui lebih mendalam bagaimana mekanisme uang, bagi hasil, lembaga keuangan sistem dan kebijaksanaan moneter serta mekanisme ekonomi bagi hasil serta perlu adanya analisis fenomena moneter dalam kaitannya dengan efek kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi islami.





PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebijakan Moneter
            Moneter menurut bahasa berasal dari kata latin yaitu moneta yang artinya uang. Sedangkan menurut istilah moneter adalah segala aktifitas yang berkaitan dengan arus keuangan, baik teori-teori tentang uang, pengelolaan, kebijakan, instrumen maupun institusi yang menjadikan uang sebagai objek aktifitasnya. Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar.

2.2 Sistem Moneter Islam
            Ekonomi moneter merupakan salah satu bidang yang dibahas dalam ekonomi islam. Ilmu moneter adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari tentang sifat serta pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi. Pembahasan dalam kajian moneter dalam bidang ekonomi diantaranya peranan dan fungsi uang, sistem moneter dan pengaruhnya terhadap jumlah uang dan kredit, struktur dan fungsi bank, pengaruh uang dan kredit dalam prekonomian, stabilitas ekonomi, distribusi pendapatan, dan sebagainya.[1]
            Sebagaimana kita ketahui, dalam kehidupan ekonomi, uang ibarat darah dalam tubuh manusia. Oleh karenanya, uang memiliki nilai (dalam fungsinya) pada aktivitas ekonomi. Dalam islam permintaan akan uang terutama dalam transaksi dan kebutuhan kebanyakan ditentukan oleh tingkat pendpatan dan distribusinya. Permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya dipicu oleh fluktuasi tingkat suku bunga dalam perekonomian kapitalis. Penurunan tingkat suku bunga yang disertai dengan harapan akan meningkat merangsang orang atau perusahaan untuk tetap menyimpan uangnya. Karena dalam perekonomian kapitalis bunga seringkali berfluktuasi. Dengan penghapusan bunga ini dan kewajiban akan zakat 2,5% setahun dapat meminimalisir permintaan spekulatif akan uang.[2]

2.3 Kebijakan Moneter
            Ilmu moneter merupakan bidang kajian ilmu ekonomi moneter. Ilmu ekonomi moneter adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari sifat serta pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi pada umumnya diartikan suatu kegiatan yang mempengaruhi tingkat pengangguran produksi, harga dan hubungan perdagangan atau pembayaran internasional. Beberapa alasan mempelajari kebijakan moneter dalam ekonomi islam:
1.      Mengetahui lebih dalam mengenai mekanisme uang, bagi hasil, lembaga keuangan, sistem dan kebijakan moneter, serta mekanisme ekonomi bagi hasil.
2.      Menganalisa fenomena moneter dalam kaitannya dengan efek kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi islam.
            Sektor moneter merupakan jaringan yang penting dan mempengaruhi sektor ekonomi riil. Kebijakan moneter merupakan instrument penting dari kebijakan publik dalam sistem ekonomi baik modern maupun islam. Namun perbedaan yang mendasar terletak pada tujuan dan larangan bungan dalam islam. Syarat tercapai dan terjamin berfungsinya sistem moneter secara baik adalah Otoritas moneter harus melakukan pengawasan kepada keseluruhan sistem.

            Tujuan-tujuan Kebijakan Moneter Islam:
a. Menurut Iqbal dan khan
1.      Economic well-being full employment and optimum rate of economic growth.
2.      Sosio-economic justice and equitable distribution of income and wealth.
3.      Stability in the value of money.

b. Menurut Umer Chapra
1.      Kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum.
2.      Keadilan sosial ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan.
3.      Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil.
4.      Penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan.
            Dari ke empat tujuan diatas sekilas hampir sama dengan sistem  kapitalis. Akan tetapi kalau dikaji lebih dalam, ada perbedaan penekanan dan komitmen yaitu tentang nilai-nilai spritual, keadilan sosial ekonomi dan persaudaraan manusia.

2.4 Kebijakan Moneter dan Bank Sentral pada Masa Islam Klasik
            Pada dasarnya kebijakan moneter merupakan kebijakan untuk mengelola permintaan dan penawaran uang di pasar sehingga kondusif bagi pembangunan. Pasa masa Islam awal  telah dikenal sebuah lembaga yang bernama Bait al Mall yang berperan serupa dengan bank sentral yang dikenal masa kini.  Bait al Maal atau Baitul Maal merupakan suatu badan keuangan nasional yang memiliki cabang-cabang diseluruh negeri islam, dimana ia menjalankan hampir semua fungsi dari bank sentral masa kini, misalnya menerbitkan uang dan menjaga stabilitas nilainya.
            Konsep Baitul Maaal mendasarkan ajaran islam dimana Allah adalah pencipta alam semestaini, sementara manusia hanyalah pemegang kepercayaan untuk memanfaatkan alam semesta sesuai dengan petunjuk Allah. Negara (kekhalifahan) dibentuk untuk mengemban amanah menjalankan ajaran-ajaran Allah, termasuk didalamnya menjaga kesejahteraan masyarakat dan mengatur hak milik masyarakat atas harta benda. Untuk menjalakan fungsi inilah kemudian dibentuk Bait al Maal, dimana pada saat itu terdiri dari 3 intitusi yaitu :
a.      Bait al Maal al Khas
            Bait al Maal al Khas merupakan institusi perbendaharahaan negara yang khusus berfungsi mengelola dana-dana penyelanggaraan pemerintahaan. Bebarapa contoh dari hal ini adalah pengeluaran pribadi khalifah, perawatan fasilitas negara, pensiunan anggota khakifah, pengawal khalifah, hadiah kepada tamu-tamu negara dan pengeluaran khusus laninya.
b.      Bait al Maal
            Bait al Maal merupakan bank nagi negara islam, tugas lembaga ini masih sederhana, tetapi telah menjalankan fungsi-fungsi dasar bank sentral sebagaimana dalam perekonomian modern kecuali penerbitan mata uang, pengadaan kredit, dan pengawasan suku bunga. Fungsi penerbitan uang tidak dilakukan karena pada waktu itu masyarakat muslim menggunakan mata uang yang diterbitkan oleh negara lain yaitu Dinar Romawi dan Dirham Persia.
c.       Bait al Maal al Muslimin
              Bait al Maal al Muslimin merupakan lembaga pembendaharaan dalam arti yang lebih luas, yaitu perbendaharaan  bagi seluruh kaum muslimin dan masyarakat umum yang memiliki fungsi untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana untuk kepentingan umum, misalnya penyediaan pekerjaan umum, perbaikan jalan-jalan dan jembatan, mesjid dan fungsi publik lainnya. Sejarah membuktikan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan ini tidak hanya mencakup masyarakat muslim tetapi juga nonmuslim.


2.5 Kebijakan Moneter dalam Perspektif Modern
            Umer Capra menyebutkan tujuan utama dan fungsi kebijakan moneter dalam kerangka ekonomi yang Islami adalah untuk mencapai :
a.       Kesejehtaraan ekonomi yang diperluas dengan kesempatan kerja penuh dan laju pertumbuhan ekonomi yang optimal.
b.      Keadilan sosial ekonomi dan distribusi kekayaan, serta pendapatan yang merata.
c.       Stabilitas nilai mata uang untuk memungkinkan alat tukar sebagai suatu unit yang dapat diandalkan, standar yang adil bagi pembayaran masa depan, serta penyimpanan nilai yang stabil.
d.      Mobilitas dana tabungan – investasi untuk pembangunan ekonomi dalam suatu cara yang adil sehingga pengembalian keuntungan dapat dijamin bagi semua pihak yang bersangkutan.
e.       Memberikan semua bentuk pelayanan yang efektif yang secara normal diharapkam dari sistem perbankan.
Pengahpusan bunga dan penerapan LPS dalam sistem moneter dalam islam akam membawa implikasi yang fundamental terhadap instrumen kebijakan yang digunakan.

2.6 Alat-alat kebijakan Moneter
a.       Target pertumbuhan dalam M dan Mo
b.      Peran serta masyarakat dalam permintaan tabungan
c.       Penyediaan cadangan yang sesuai dengan ketentuan
d.      Alokasi kredit yang berorientasi pada nilai
e.       Sertifikat deposito

2.7 Sumber Ekspansi Moneter
            Fungsi utama sistem moneter adalah melengkapi kebutuhan transaksi masyarakat, khususnya dalam rangka menumbuhkan ekonomi. Dari pendekatan ekonomi islam, ada 3 sumber ekspansi moneter, yaitu:
            1. Fiat Money Creation
            Alasan Bank sentral membuat uang ialaha agar pemerintah meminjam secara langsung uang pada bank ini. Dengan kasus:
a.       Terjadinya anggaran defisit
b.      Bank sentral berusaha menstabilkan ekonomi melalui kegiatan pasar-terbuka (open market)
c.       Bank sentral memutuskan melakukan “perluasan” kegiatan pasar-terbuk

            2. Credit Money
            3. Balance-of-payments surplus

2.8 Instrumen Keuangan
            Fungsi fundamental yang ke dua dari sistem moneter dan keuangan adalah harus mendorong penanaman sumber dan pengalokasiannya ke investor. Dalam sistem konvensional dilakukan oleh lembaga perantara keuangan yang didasarkan pada tingkat bunga fix, sedangkan dalam ekonomi bebas dilakukan dengan sistem bagi hasil. Uang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem ekonomi modern. Adapun fungsi uang :
1.      Uang sebagai alat tukar
2.      Uang sebagai satuan pengukur nilai
3.      Uang sebagai alat penimbun/penyimpan kekayaan
            Sedang dalam islam fungsi nomor tiga diakui sebagi sebuah fungsi uang karena bertentangan dengan kaidah syariah.

            Keadaan riil menunjukkan bahwa perkembangan pasar uang dunia saat ini, sebagian besar dipergunakan untuk memperdagangkan uang itu sendiri. Hanya 5% dari transaksi di pasar uang yang berkaitan dengan transaksi barang dan jasa. Bahkan volume transaksi pasar barang dan jasa hanya 1,5% dibandingkan dengan turn over transaksi di pasar uang. Ekonomi klasik mengatakan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (Direct Utility Junction), hanya bila uang itu digunakan untuk membeli barang, maka barang itu akan memberikan kegunaan.
            Teori Ekonomi Neo Klasik mengatakan kegunaan uang timbul dari daya beli. Jadi uang memberikan kegunaan tidak langsung (Indirect Utility Function). Dua Fungsi fundamental uang pada sistem finansial secara keseluruhan:

a.       Memungkinkan terjadinya likuiditas secara mencukupi, sehingga produksi dan tukar menukar dapat terjadi secara wajar.
b.      Termobilisasinya pendapatan, sumber daya dan pengalokasian investor secara sesuai.

            Berkaitan dengan fungsi uang diatas, maka keberadaan lembaga dan pengatur peredaran uang diperlukan. Seperti yang dijelaskan oleh Munawar Iqbal dan M. Fahim khan “A survey of Issues and A Programme for Research in monetary and Fiscal Economics of Islam”:
            Teori moneter modern, penimbunan uang berarti menghambat atau memperlambat perputaran uang yang berarti semakin kecil transaksi yang terjadi, sehingga perekonomian menjadi lesu. Sedangkan peleburan uang berarti mengurangi jumlah penawaran uang yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi.
Berikut ini adalah kaitan uang dengan perekonomian:

1. Uang dan nilainya
            Masyarakat selalu mengatakan fungsi uang mempengaruhi simpanan. Menurut ekonomi konvensional, bahwa orang yang menumpuk uang bahwa berarti ia telah mengumpulkan nilai materi sampai uang yang tertumpuk itu dapat mencapai kekuatan daya beli. Pandangan demikian adalah keliru. Menurut Imam Ghazali dan Ibnu Khaldun, Uang bukan sesuatu yang menguntungkan. Angka yang tertera tidak menguntungkan dan tidak bernilai. Dasar kehidupan ekonomi adalah produksi, yang merupakan hasil usaha dari individu-individu. Selama uang masih dikaitkan dengan produksi, maka tidak ada cara apapun yang dpat membuatnya bernilai. Uang tidak akan bernilai jika tidak digunakan sebagai alat pembayaran. Maka uang yang ditumpuk tidak sama dengan uang yang beredar. Jadi uang tidak untuk disimpan atau ditumpuk saja tapi harus diproduksi.[3]

2. Uang dan ukuran nilai
            Bila uang diterima sebagai alat pembayaran, maka otomatis terkait dengan uang sebagai alat ukur. Proporsi pertukaran uang dengan komoditi tidak selalu stabil, oleh karena itu sering kita mendengar nilai uang suatu bangsa turun naik. Hal ini berarti daya beli uang negara tersebut naik dan turun. Ketidakstabilan dan ketidak menentuan nilai uang adalah akar penyebab penyakit ekonomi modern.

3. Permintaan dan penawaran uang
            Kenyataannya permintaan uang sama dengan permintaan barang yang ditawarkan. Oleh karena itu, permintaan barang yang tidak terbeli maka akan terjadi penumpukan persediaan. Tidak ada seorangpun yang memerlukan uang untuk mendapatkan uang kembali. Hal ini karena uang tidak bermanfaat.

Teori permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi islam:

a. Permintaan Uang menurut Mazhab Iqtishoduna
            Menurut mazhab ini, permintaan uang hanya ditujukan untuk 2 tujuan yaitu transaksi dan berjaga-jaga atau untuk investasi.

b. Permintaan Uang menurut Mazhab Mainstream
            Permintaan uang dikategorikan dalam 2 hal yaitu permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Landasan filosofis teori dasar permintaan uang ini adalah bahwa Islam mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk dialokasikan secara maksimum dan efisien. Pelarangan hoarding money atau penimbunan kekayaan merupakan “kejahatan” penggunaan uang yang harus diperangi. Pengenaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Ini dilakukan untuk mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada kegiatan usaha produktif. Penerapan kebijakan ini berdampak pada pola permintaan uang untuk motif berjaga-jaga. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang dianggurkan, maka permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Oleh karena itu orang berusaha untuk memperkecil pajak yang dibayarkan kepada pemerintah dengan cara mengurangi kekayaan yang idle (nganggur). Hal ini berarti velocity of money akan meningkat, dengan meningkatnya komponen ini maka akan mengurangi permintaan uang untuk berjaga-jaga dan sekaligus akan meningkatkan permintaan uang untuk transaksi. Peningkatan uang yang digunakan untuk transaksi dan investasi akan berdampak pada peningkatan pendapatan nasional.

c. Permintaan Uang menurut Mazhab Alternatif
            Permintaan uang menurut mazhab ini terkait erat dengan konsep endogenous uang dalam Islam. Konsep ini dalam Islam secara sederhana diartikan sebagai: “Keberadaan uang pada hakikatnya adalah representatif dari volume transaksi yang ada dalam sektor riil”. Konsep ini menjebatani dan tidak mendikotomi antara pertumbuhan uang disektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang disektor riil. Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak dapat didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika dan hanya jika ada pemanfaatan secara ekonomis selama uang tersebut digunakan. Dengan demikian, tidak selalu nilai uang harus bertambah walau waktu terus bertambah, akan tetapi nilai tambahnya akan tergantung dari hasil yang diusahakan dengan uang itu.

4. Pentingnya uang dalam perekonomian
            Kehidupan ekonomi merupakan mata rantai hubungan dari permintaan, persediaan dan penawaran yang tidak pernah putus. Oleh karena itu, kita perlu mempertahankan kelancaran arus peredaran uang agar transaksi yang efisien, proses memberi dan jual beli dapat berlangsung. Oleh karena itu dalam Islam, penumpukan uang (Kanz) dilarang, karena dapat menutup arus peredaran. Akibatnya akan menghambat efisiensi usaha dan pertukaran komoditas produksi dalam perekonomian. Jika demikian maka kemakmuran tidak akan tercapai.
            Perjalanan ekonomi sangat tergantung dengan uang dan modal. Dalam ekonomi konvensional, tidak adanya perbedaan antara uang dan modal. Namun dalam konsep ekonomi Islam, uang dan modal merupakan sesuatu yang berbeda. Dimana uang adalah milik masyarakat, sedangkan modal adalah milik individu. Jadi barang siapa yang menimbun uang (atau membiarkan tidak produktif) berarti akan memberikan pengaruh negatif terhadap perekonomian nasional. Sedangkan modal adalah milik pribadi dalam Islam, modal adalah objek zakat. Jadi kalau modalnya tidak diproduktifkan akan habis digerogoti oleh zakat. Resiko dapat diminimumkan dengan melakukan qard (meminjamkan modal) tanpa mengambil imbalan apapun kecuali dengan kerjasama dengan sistem bagi hasil.

2.9 Transfer Dana Dalam Sistem Moneter Islam
            Perputaran uang pada dasarnya adalah dari surplus unit kedefisit unit. Dalam perputaran ini bisa berbentuk transaksi bisnis dengan sistem bagi hasil ataupun transaksi tabarru’ tidak mengharapkan imbalan. Inti mekanisme bagi hasil pada dasarnya terletak pada kerja sama yang baik antara Shahibul mal dengan Mudharib. Kerja sama  merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islam. Kondisi ini dapat dilihat pada hubungan antara kaum muhajirin dan kaum anshar.
            Kerja sama ekonomi harus dilakukan dalam semua lini kegiatan ekonomi, yaitu produksi, distribusi barang maupun jasa. Salah satu bentuk kerja sama dalam bisnis islam adalah Qirad atau Mudharabah. Qirad atau Mudharabah adalah kerja sama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan atau tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Melalui Qirad atau Mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau profit dan loss sharing dari proyek ekonomi yang disepakati bersama.
            Dalam era modern ini kegiatan ekonomi tidak bisa lepas daari peran lembaga keuangan. Lembaga keuangan (bank) sebagai lembaga perantara antara pihak surplus dana kepada pihak minus dana menjalankan fungsi: [4]

1. Pengumpulan Dana
            Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan jasa simpanan/tabungan yang bentuknya bisa terikat dan tidak terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya.
Adapun akad yang melandasi kegiatan simpanan ini ialah :

            a. Simpanan wadiah
            Merupakan titipan dana yang tiap waktu dapat ditarik pemiliknya atau anggota dengan cara mengeluarkan semacam surat berharga pemindahbukuan/transfer dan perintah membayar lainnya. Simpanan wadiah dikenakan biaya administrasi namun oleh karena dana yang dititipkan diperbolehkan diputar oleh pengelola, maka penyimpan dana akan mendapat bonus sesuai dngan jumlah dana yang berperan dalam pembentukan keuntungan bagi pengelola.

            b. Tabungan Mudharabah
            Tabungan pemilik dana yang penyetorannya dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Pada simpanan mudharabah tidak diberikan bunga namun bagi hasil.

2. Penyaluran dana
            Lembaga keuangan (Bank) islam juga merupakan lembaga bisnis dalam rangka memperbaiki perekonomian umat. Sehingga dana yang dikumpulkan harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Pinjaman dana kepada anggota disebut pembiayaan. Pembiayaan merupakan fasilitas yang diberikan lembaga keuangan (bank) Islam kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh lembaga keuangan islam tersebut dari masyarakat yang  surplus dana.
            Dari sudut pandang makroekonomi, pinjaman tanpa bunga akan menciptakan suatu sistem efisiensi dana untuk produksi atau konsumsi dengan asumsi yang meminjamkan dan yang meminjam memiliki informasi yang sempurna. Dana pinjaman ini biasanya dibayar tepat waktu dan tanpa biaya administrasi. Oleh karena itu, sistem ini mendorong peningkatan kesejahteraan umum dan ekspansi agregat supply.
Jenis pembiayaan yang dilakukan oleh bank islam:

a. Pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil (BBA)
            Pembiayaan yang berakad jual beli. Perjanjian antara bank Islam dengan nasabah, dimana Bank Islam menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudia proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang dan marjin keuntungan yang disepakati.

b. Pembiayaan Murabahah (MBA)
            Pembiayaan berakad jual beli. Pembiayaan ini merupakan kesepakatan antara Bank Islam sebagai pemberi modal dan nasabah (Debitur) sebagai peminjam. Prinsipnya sama dengan pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil, hanya saja pengembaliannya dibayarkan pada saat jatuh tempo pengembaliaannya.

c. Pembiayaan Mudharabah (MDA)
            Pembiayaan dengan akad syirkah. Perjanjian pembiayaan antara Bank Islam dan nasabah dimana Bank menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.

d. Pembiayaan Musyarakah (MSA)
            Pembiayaan dengan akad syirkah. Penyertaan Bank Islam sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang resiko dan keuntungan ditanggung bersama dan berimbang.

e. Pembiayaan Al-Qordhul Hasan (QH)
            Pembiayaan dengan akad ibadah. Suatu bentuk perjanjian pembiayaan antara Bank Islam dengan Nasabah. Hanya nasabah yang dianggap layak yang mendapat pembiayaan ini.

f. Al Ijarah
            Merupakan talangan dana sepenuhnya kepada nasabah dalam rangka untuk pengadaan barang ditambah dengan keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa tanpa diakhiri dengan kepemilikan. Bank sebagai leasor memberikan kesempatan kepada nasabah untuk memperoleh manfaat dari barang yang disewa untuk jangka waktu tertentu, dengan ketentuan nasabah akan membayar sejumlah uang pada waktu yang disepakati bersama. Apabila habis jangka waktunya, barang yang menjadi objek ijarah tetap menjadi milik bank.

g. Ba’iu Takjiri
            Merupakan pembiayaan penuh yang merupakan talangan dana untuk pengadaan barang ditambah keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa yang di akhiri dengan kepemilikan. Prinsipnya hampir sama dengan sewa beli. Setelah habis pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan maka objek atau barang yang disewabelikan tersebut menjadi milik nasabah.
            Selain dalam bentuk pembiayaan penyaluran tabungan dalam investasi adalah infaq dan wakaf. Sebab keduanya mengandung unsur religi dan spiritual.

2.10 Praktek Bisnis yang Dilarang Dalam Islam
            Sudah menjadi syarat utama dalam transaksi adalah harus bebas dari larangan-larangan syariah islam. Dalam bukunya adiwarman karin disebutkan bahwapenyebab terlarangnya transaksi terbagi menjadi tiga kategori:[5]
1.      Haram zatnya; transaksi dilarang karena objek yang ditransaksikan haram. Seperti daging babi, khamar, dan sebagainya.
2.      Haram selain zatnya, karena melanggar prinsip suka rela contohnya tadlis, ihtikar, kedua karena melangar prinsip tidak mendhalimi dan didholimi seperti rekayasa pasar, bai najasy, taghrir/ gharar, dan riba.
3.      Tidak sah/ lengkap akadnya, faktor faktor tidak lengkapnya akad yang ada seperti berikut; rukun dan syarat tidak terpenuhi, terjadinya ta’alluq, dan terjadinya two in one.

2.11 Aset Investasi Dalam Islam
            Menurut hukum Islam, pada prinsipnya setiap sesuatu dalam muamalah adalah diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariah. Hal ini didukung oleh Al-Qur’an, Hadist, dan pendapat ulama:

1.      Dr. Wahbah az-Zuhaily mengatakan, “Dan setiap syarat yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariah dan dapat disamakan  hukumnya (qiyas) dengan syarat-syarat yang sama.”
2.      Mazhab Hambali dan para fuqaha lainnya menerangkan, bahwa “Prinsip dasar dalam transaksi dan syarat-syarat yang berkenaan dengannya ialah boleh diadakan, selama tidak dilarang oleh syariah atau bertentangan dengan nash syariah”.
3.      QS.An-Nisa:29, “ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…”
4.      HR.A bud dawud, Ibn Majah, dan Tirmizi dari Amru bin ‘Auf), Rasulullah memberikan acuan bagi para umatnya dalam melakukan transaksi atau akad sebagai berikut: “Perdamaian itu boleh antara orang-orang Islam kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Orang-orang Islam wajib memenuhi syarat-syarat yang mereka sepakati, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.

2.12 Pasar penghubung Unit Defisit dengan Unit Surplus
            Pada dasarnya kegiatan transaksi yang dilarang dalam operasionalisasi Bank Islam adalah seolah-olah melakukan jual beli atau sewa-menyewa uang dari bentuk mata uang yang sama dengan memperoleh keuntungan darinya. Namun dalam islam ada Pasar modal (Stock Market), menurut iqbal dan khan mengenai pasar saham dalam kapitalis:
“Suffer from erratic fluctuation and low rates of divided which make them less attractive than no-risk, fixed return bonds”
            Hal ini tidak dapat diterima karena dalam ekonomi islam dimana equity financing sangat dianjurkan. Hal ini diperlukan untuk menjamin bahwa pengusaha dapat meningkatkan kecukupan modal ekuitasnya tanpa kesulitan, dan investor dapat menjual sahamnya dan melakukan share (penyebaran) dimana mereka membutuhkan likuiditas. Larangan riba dapat dijadikan alat untuk menanggulangi terjadinya spekulasi, sehingga dapat memperkecil terjadinya fluktuasi harga saham.

2.12 Perbankan Islam
            Bank Islam adalah bank yang beroperasi tidak mengandalkan bunga. Dimana baik operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist. Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang. Bank sentral harus menjadi kunci dari sistem perbankan Islam karena melalui usahanya yang kreatif dan hati-hati sistem keuangan dan perbankan Islam dapat mengaktualisasikan dirinya. Bank sentral adalah lembaga yang dipercaya mengelola persediaan uang dengan melibatkan masalah fiat money seperti halnya pengawasan bank komersial. Bank sentral akan menentukan program tahunan pertumbuhan persediaan uang yang diharapkan sesuai dengan tujuan ekonomi nasional, Jika melihat dari sejarah:[6]
1.      Pada masa Pemerintahan khalifah Ali melakukan pencetakan uang dalam jumlah terbatas
2.      Pada masa daulah mu’awiyah, Khalifah Abdul Malik bin Marwan (75 H/695 Masehi) mencetak dirham khusus bercorak islam, dengan lafadz-lafadz islam yang ditulis dengan huruf arab gaya kufi. Dengan demikian, dinar persia tidak digunakan lagi. Barulah pada zaman Abdul Malik (76 Hijriyah) pemerintah mendirikan tempat percetakan uang di Daar Idjard. Suq ahwaj, Sus, Jay, Manadar, Maisan, Rai, Abarkubadh, dan mata uang khalifah dicetak secara terorganisir dengan kontrol pemerintah.
3.      Pada masa Daulah Abasiyah II, Pemerintahan Kirbugha dan Zahir Barkuk pencetakan fullus tidak dikontrol sehingga menimbulkan inflasi dan memperburuk kondisi keuangan pemerintahannya.
Kegiatan dan usaha Bank terkait dengan komoditas:
a.       Memindahkan uang
b.      Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran
c.       Mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat berharga lainnya.
d.      Membeli dan menjual surat-surat berharga
e.       Membeli dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang
f.       Memberi jaminan bank
Ciri-ciri bank Islam:

1. Beban Biaya
            Beban biaya yang disepakati diantara para pihak untuk transaksi pembiayaan: Al-Qardul Hasan, digunakan istilah biaya administrasi atau biaya pelayanan. Sedangkan untuk pembiayaan al-Bai’u Bithaman Ajil dan al-Murabahah digunakan istilah margin keuntungan. Hal ini berarti:
v  Besarnya beban biaya tidak kaku dan dapat dilakukan tawar menawar dalam batas-batas yang wajar.
v  Beban biaya hanya dikenakan sampai batas waktu yang telah disepakati bersama dalam suatu kontrak baru untuk menyelesaikannya.

2. Tidak menggunakan persentase
            Dalam hal pembebanan kewajiban membayar dalam semua kontrak bank Islam selalu menghindarkan penggunaan percentase. Sebab penggunaan persentase mempunyai potensi besar untuk melipatgandakan secara otomatis beban biaya dan pokok pinjaman yang karena sesuatu hal terlambat membayar.

3. Tidak ada keuntungan yang pasti
            Pada dasarnya yang dilarang dalam kegiatan mu’amalah adalah mencantumkan keuntungan yang pasti ditetapkan pada waktu dilakukan aqad pembiayaan. Sedangkan yang diperkenankan dalam siistem mu’amalah Islami adalah kontrak yang dilakukan baik dalam bentuk pembiayaan al-mudharabah maupun al-musyarakah yang hakikatnya merupakan sistem yang didasarkan pada penyertaan dengan sistem bagi hasil.

4. Dalam simpanan digunakan prinsip al-wadi’ah
            Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, oleh penabung dianggap sebagai titipan, sedangkan pihak bank menganggapnya sebagai barang titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai oleh Bank Islam. Itulah sebabnya penabung berhak atas bagi hasil dari keuntungan yang didapat dari usaha bank.

5. Jual beli uang yang sama dilarang
            Menurut Al-Ghazali, uang bagaikan kaca, kaca tidak memiliki warna, tetapi ia dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak memiliki harga, tetapi uang bisa merefleksikan semua harga.

6. Jaminan keberadaan terhadap utang
            Lazimnya pada bank konvensional bahwa jaminan kebebasan terhadap utang dari pemberian pinjaman merupakan hal yang sangat menentukan dalam persetujuan pemberian pinjaman. Sebaliknya dalam bank Islam, dalam memberikan pembiayaan tidak mengutamakan jaminan kebendaan kepada peminjam. Sebab barang yang ditalangi pembeliannya oleh bank masih menjadi milik bank sepenuhnya selama utang peminjam belum lunas.

7. Pendapatan non halal
            Sebagaimana kehidupan masyarakat yang heterogen. Maka apabila ada pendapatan bank islam yang tidak halal, maka seperti yang dilakukan Islamic Development Bank, maka hasil transaksi tersebut dimasukkan ke “Rekening non-halal” yang penggunaannya diperuntukkan bagi masyarakat muslim yang terkena musibah, atau kebutuhan masyarakat lainnya yang bersifat sosial.




PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Dalam ekonomi islam disadari bahwa kebijakan moneter tidak dapat dijadikan satu-satunya andalan untuk pengeloalaan ekonomi makro, hal tersebut hanya merupakan salah satu kebijkana ekonomi yang akan senantiasa terkait dengan kebijakan-kebijakan ekonomi lainnya. Oleh karena itu efektifitas kebijakan moneter akan sangat tergantung pada banyak sektor, disamping keandalan kebijakan moneter sendiri. Beberapa hal yang mempengaruhi efektifitas kebijakan moneter ialah :
·         Singkronisasi kebijakan moneter dengan kebijakan ekonomi lainnya, terutama kebijakan fiskal dan kebijakan perdagangan.
·         Hubungan antara bank sentral dengan pemerintah, dalam hal ini perlu adanya garis tengah karena sering timbulnya perdebatan tentang posisi independensi bank sentral sebagai pemegang otoritas kebijakan moneter.
·         Pola dan intensitas kebijakan moneter, yaitu antara kebijakan yang bersifat pengaturan dengan kebijakan yang bersifat kebebasan.



[1] Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Hal 8
[2] M. Umer Chapra, Alqur’an menuju system moneter yang adil. Hal 165-166
[3] Ibid Muhammad.,. Hal 24-26
[4] Sunarto zulkifli. Panduan praktis transaksi perbankan syariah. Hal 59-112., IBI. Konsep, produk dan implementasi oprasional bank syariah. Hal 55-247.  latifa. M. Alqoud dan Mervyn K. Lewis., Perbankan syariah; rinsip praktet prospek. Hal 77-93.
[5] Aiwarman karim., Bank Islam Analsisis Fiqih Dan Keuangan, hal 27-42
[6] Opcit, Muhammad., hal 19-22


Kami berharap Kritik, Saran, dan Pendapat nya yang membangun demi perbaikan penulisan kedepannya.
Semoga Bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar