EKONOMI ISLAM
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perkembangan Ekonomi Islam (Islamic Economy) baik
sebagai ilmu pengetahuan maupun sebagai sebuah sistem keuangan ekonomi telah
mendapat banyak sambutan positif di tingkat global. Berbagai pusat studi maupun
program pendidikan ditawarkan di berbagai kampus favorit dunia untuk membentuk
sumber daya insani di bidang ekonomi Islam. Demikian juga lembaga keuangan yang
beroperasi dengan prinsip keuangan islam (syariah), yang digali dari
prinsip-prinsip ekonomi Islam yang selaras dengan ajaran Islam, bermunculan
sejak 1970-an yang terus berkembang pesat sampai hari ini.
Indonesia sebagai
negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, juga tidak terlepas dari
perkembangan ini. Perkembangan ekonomi keuangan Islam di Indonesia antara lain
ditandai dengan munculnya Bank Muamalat Indonesia, sebagai bank yang beroperasi
dengan sistem syariah pertama di Indonesia pada 1992. Munculnya perbankan
syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang
membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa
perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Kemunculan
bank syariah kemudian diikuti dengan kemunculan lembaga keuangan syariah
lainnya, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, saham syariah maupun
berbagai model keuangan lainnya.
Melihat
data perkembangan yang ada sejak awal hingga beberapa tahun terakhir, tampak
bahwa perkembangan pesat. Hal ini terjadi karena produk keuangan berbasis islam sudah ditunggu
oleh umat Islam yang jumlahnya mencapai 200 juta jiwa. Meningkatnya kesadaran
beragama masyarakat dan kekhawatiran pola-pola perbankan yang konvensional
termasuk kategori haram, membuat permintaan tersebut meningkat dari waktu ke
waktu. Perkembangan ini tidak saja terjadi di tanah air, melainkan juga pada
tingkat global. Hal inilah yang membuat banyak lembaga keuanagn dunia yang membuat
produk keuangan islam, meskipun
penduduk dimana perbankan tersebut berada, mayoritas bukan muslim. Hal ini
terjadi karena potensi pasar mereka dari masyarakat yang beragama Islam cukup
signifikan. Berbagai pemain internasional di bidang keuangan semisal HSBC telah
memperluas jaringan bisnisnya di bidang ekonomi keuangan islam yang terbukti mampu
meningkatkan profit perusahaan.
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Singkat Keuangan Islam
Sejarah keuangan ekonomi umat Islam terdapat dalam lima
tahap. Tahap pertama, disebut dengan “era jahiliyah” yang
berlangsung hingga tahun 660 M. Tahap kedua, tahun 660-950
disebut dengan era Negara-negara agraris pemberi upeti.Tahap ketiga antara
tahun 950 sampai dengan 1550 disebut dengan era Negara-negara perdagangan
pemberi upeti karena aktifitas perekonomian pada era tersebut di dominasi oleh
aktifitas perdagangan. Tahap keempat , tahun 1550 hingga 1850
adalah tahap formasi kerajaan pinggiran yang dicirikan dengan kecenderungan
masyarakat untuk mulai meninggalkan cara-cara hidup dalam koloni kecil dan
membentuk koloni yang lebih besar dalam bentuk kerajaan. Dan tahap kelima, antara
tahun 1850 hingga sekarang disebut dengan istilah era kapitalisme pinggiran.[1]
Akan tetapi pada sisi lain, kondisi yang demikian membawa
beberapa dampak positif bagi kemajuan keilmuan dan perekonomian. Pesatnya
perkembangan keilmuan pada masa al-Ghazali yang ditopang oleh besarnya dukungan
dari pemerintah, termasuk dukungan materi dalam jumlah yang sangat besar tidak
diragukan lagi menunjukkan kondisi obyektif perekonomian umat Islam waktu itu. Sebagaimana diketahui pada
masa kekuasaan dinasti Abasiyah, umat Islam mencapai puncak kejayaan dan
kemajuan di berbagai bidang. Wilayah kekuasaan juga bertambah semakin luas,
membentang dari India Timur berbatasan dengan semenanjung Siberia di bagian
utara dan berbatasan dengan teluk Persia di bagian selatan hingga mencapai
daratan Eropa di bagain barat. Sebagai konsekuensi sebuah negara yang mempunyai
kedaulatan penuh serta wilayah yang cukup luas, pemerintah Islam di bawah kekuasaan
dinasti Abbasiyah juga menaruh perhatian yang cukup pada masalah-masalah yang
berhubungan dengan dunia perekonomian masyarakatnya. Tercatat dalam sejarah
berbagai sektor perekonomian mendapat penanganan yang cukup serius. Di
antaranya adalah sektor pertanian, perdagangan dan industri.
Pada sektor pertanian hasil yang diperoleh saat itu
meliputi bermaca-macam komoditas pertanian dan perkebunan khas daerah timur
tengah antara lain tebu, gandum, minyak
zaitun dan berbagai buah-buahan. Daerah-daerah yang menjadi sentra penghasil pertanian
tersebut antara lain wilayah Irak, Mesir, Andalus, Afganistan dan lain-lain. Keberhasilan
di bidang pertanian ini tidak lepas dari peran pemerintah dengan mendirikan dan
menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan, di antaranya adalah
mendirikan sekolah-sekolah pertanian yang menggalakkan penelitian terhadap
bermacam tanaman. Di samping itu pemerintah juga menekankan pentingnya
irigasi bagi kebutuhan pertanian
Pada bidang industri juga dicapai perkembangan yang sangat
pesat. Hasil industri yang terkenal watu itu adalah industri tekstil yang
berpusat di daerah Dimyat, Kufah, Marwa, Naisapur, Khuzistan, Khurasan dan
lain-lain. Hasil tekstil ini kebanyakan diekspor ke negara Cina dan
India. Dari daerah Iskandariyah, Jazirah ar-Raudah dan Dimyat dihasilkan
produk industri berat, yaitu pembuatan kapal. Sebenarnya industri perkapalan
ini didirikan sebagai antisipasi dari kemungkinan datangnya serangan dari
daerah Bizantium dan tentara Salib, selain untuk keperluan perdagangan antar
negara.Untuk keperluan pembuatan kapal ini pemerintah mengimpor kayu dari
Eropa. Di samping itu hasil industri lain juga banyak dihasilkan dari berbagai
daerah, antara lain idustri pengecoran logam di daerah Fustat, Tinis, Afrika
Utara dan lain-lain. Industri kaca dan marmer didirikan di Syam, al-Mania dan
Bagdad. Dari Fustat dihasilkan berbagai produk dari barang tambang seperti
besi, emas, perak dan tembaga. untuk bahan besi terkadang diimpor dari Eropa,
Sicilia dan daerah Afrika utara.
Berdasarkan gambaran di atas dapat diketahui bahwa
kondisi perekonomian umat Islam waktu itu sudah sangat maju, khususnya di
bidang pertanian dan peridustrian. Kemajuan ekonomi tersebut membawa
konsekuensi logis berupa maraknya dunia perdagangan dan munculnya jalur-jalur
perdagangan dari dalam keluar negeri dan sebaliknya. Diantara jalur perdagangan
tersebut ada yang sudah terbentuk sejak lama ada pula yang muncul baru.
2.2 Karekteristik Keuangan
Islam
Keuangan Islam menjamin hubungan yang
jelas dalam berbagai mode investasi dan jasa keuangan. Ketika pihak kedua,
pemodal dan pengusaha, setuju bahwa kesempatan untuk menciptakan adanya nilai
tambah, mereka datang bersama-sama untuk mewujudkan keuntungan dan
berbagi. Karena kegiatan ekonomi menurut definisi, penciptaan nilai
kegiatan,yaitu berbagai dasar keuangan tidak dapat dipahami tanpa kegiatan
ekonomi. Dalam dunia yang tidak pasti di mana kegiatan ini harus
dilakukan, mereka kadang-kadang gagal untuk menciptakan nilai
tambah. Tidak adanya saling berbagi (asas pemerataan), terkadang bagian
dari kekayaan yang ada dapat dihancurkan.
Keterkaitan antara aktivitas
ekonomi diarahkan menciptakan kekayaan
tambahan dan transaksi keuangan seperti murabahah , salam, istisna’ (Pesanan prabayar) dan ijarah (leasing). Kesepakatan
ini, yang sedang digunakan oleh bank-bank Islam kontemporer untuk mengamankan
keuntungan yang telah ditentukan pada investasi mereka, yang mungkin hanya
ketika beberapa aktivitas ekonomi saja yang terlibat. Harus ada beberapa barang
dan jasa menjadi objek dari sebuah murabahah, salam, istisna’, dan ijarah.
Permintaan barang dan jasa dibiayai melalui kontrak tersebut di atas untuk memastikan
bahwa aktivitas keuangan adalah tidak menguasai kegiatan ekonomi sepihak.
2.3
Filosofi Keuangan Islam
Ekonomi Islam dalam hal ini Keuangan Islam bukan sekedar
opsi (pilihan), melainkan sebuah solusi. Tawaran sebagai solusi jelas memiliki
landasan dalam Al Quran Surah Al Baqarah (2) : 275. Prinsip keuangan Islam
menjawab tiga larangan yaitu menghindari riba, menghindari bunga, dan
menghindari spekulasi. Berikut ini dijelaskan beberapa bentuk-bentuk utama
keuangan Islam, yang dapat memudahkan mengenal lebih dekat filosofi keuangan
Islam.
1.
Murabahah
Akad
jual beli dimana harga dan keuntungandi sepakati antara penjual dan pembeli.
Jenis danJumlah barang dijelaskan dengan rinci. Barang diserahkan setelah akad
jual beli dan pembayaran bisa dilakukan secara mengangsur/cicilan
atausekaligus.
2.
Sharf
Jual beli
mata uang asing yang saling berbeda,seperti Rupiah dengan Dolar, Dolar dengan
Yen;Sharf dilakukan dalam bentuk Bank Notes dantransfer, dengan menggunakan
nilai kurs yangberlaku pada saat transaksi.
3.
Muqayyad
Jual beli di
mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Jual beli
semacam inidilakukan sebagai jalan keluar bagi ekspor yang tidak bisa
menghasilkan mata uang asing (valas).
4.
Bai ‘Almuthlaq
Jual beli
biasa, yaitu pertukaran barang dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar.
Bai’ al Muthlaq dilakukan untuk pelaksanaan jual beli barang keperluan kantor
(fixed assets). Jual beli seperti ini menjiwai semua produk yang didasarkan
pada transaksi jual beli.
5.
Nisbah
Porsi bagi
hasil antara nasabah dan bank atas transaksi pendanaan dan pembiayaan dengan
akad bagi hasil (mudharabah dan musyarakah).
6.
Salam
Jual beli
dengan cara pemesanan, di mana pembeli memberikan uang terlebih dahulu terhadap
barang yang telah disebutkan spesifikasinya, dan barang dikirim kemudian, Salam
biasanya dipergunakan untuk produk-produk pertanian jangka pendek. Dalam hal
ini lembaga keuangan bertindak sebagai pembeli produk dan memberikan uangnya
lebih dulu sedangkan para nasabah menggunakannya sebagai modal untuk mengelola
pertaniannya.
7.
Istishna ‘
Jual beli
barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang berdasarkan persyaratan serta
kriteria tertentu, sedangkan pola pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan
kesepakatan (dapat dilakukan di depan atau pada saat pengiriman barang).
8.
Ijarah
Akad sewa
menyewa barang antara kedua belah pihak, untuk memperoleh manfaat atas barang
yang disewa. Akad sewa yang terjadi antara lembaga keuangan (pemilik barang)
dengan nasabah (penyewa) dengan cicilan sewa yang sudah termasuk cicilan pokok
harga barang sehingga pada akhir masa perjanjian penyewa dapat membeli barang
tersebut dengan sisa harga yang kecil atau diberikan saja oleh bank. Karena itu
biasanya Ijarah ini dinamai dengan al Ijarah waliqtina’ atau al Ijarah
alMuntahia Bittamliik.
9.
Kafalah
Akad
jaminan satu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan biasanya digunakan
untuk membuat garansi atas suatu proyek (performance bond), partisipasi dalam
tender (tender bond) atau pembayaran lebih dulu (advance payment bond).
10.
Hawalah
Akad
pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada pihak yang lain. Dalam lembaga
keuangan hawalah diterapkan pada fasilitas tambahan kepada nasabah pembiayaan
yang ingin menjual produknya kepada pembeli dengan jaminan pembayaran dari
pembeli tersebut dalam bentuk giro mundur. Ini lazim disebut Post Dated Check.
Namun disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariah.
11.
Rahn
Akad
menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak yang lain, dengan uang sebagai
gantinya. Akad ini digunakan sebagai akad tambahan pada pembiayaan yang
berisiko dan memerlukan jaminan tambahan. Lembaga keuangan tidak menarik
manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang tersebut.
12.
Qard
Pembiayaan
kepada nasabah untuk dana talangan segera dalam jangka waktu yang relatif
pendek, dan dana tersebut akan dikembalikan secepatnya sejumlah uang yang
digunakannya. Dalam transaksi ini, nasabah hanya mengembalikan pokok.
13.
Mudharabah
Akad yang dilakukan antara pemilik
modal (shahibul mal) dengan pengelola (mudharib) dimana nisbah bagi hasil
disepakati di awal, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
14.
Wadi’ah
Akad yang terjadi
antara dua pihak, dimana pihak pertama menitipkan suatu barang kepada pihak
kedua. Lembaga keuangan menerapkan akad ini pada rekening giro.
15.
Wakalah
Akad
perwakilan antara satu pihak kepada yang lain. Wakalah biasanya diterapkan
untuk pembuatan Letter of Credit, atas pembelian barang di luar negeri (L/C
Import) atau penerusan permintaan.[2]
2.4 Sistem
Keuangan Islam
Didalam
sistem keuangan islam, pasar keuangan dan bank menampilkan fungsi vital dari
pembentukan modal, monitoring, pengumpulan informasi, dan menfasilitasi
pembagian resiko. Sistem keuangan yang efisien diharapkan dapat menampilkan
beberapa fungsi. Pertama, sistem tersebut harus memfasilitasi perantaraan
keuangan yang efisien untuk mengurangi biaya informasi dan alokasi. Kedua, sistem
tersebut harus didasarkan pada sistem pembayaran tetap/stabil. Ketiga, dengan
peningkatan globalisasi dan permintaan atas integrasi keuangan, harus
diperhatikan bahwa sistem keuangan menawarkan dana yang cair dan efisien, serta
pasar modal. Juga, sistem tersebut harus merupakan pasar yang baik untuk resiko
perdagangan, dimana perwakilan ekonomi bisa membeli dan menjual perlindungan
terhadap resiko kejadian dan juga resio keuangan.
Penelitian
pada perantaraan keuangan dan sistem keungan dalam kurun waktu dua dekade ini
menambah pemahaman kita tentang pentingnya sistem keuangan dan perannya yang
penting dalam perkembangan ekonomi keuangan islam.[3]
2.5 Definisi Uang
Berdasarkan
sumber yang terpercaya (kuat) al-Ghazali
mendefinisikan uang yaitu:
- Barang atau
benda yang berfungsi sebagai sarana mendapatkan barang lain. Dengan kata
lain uang adalah barang yang disepakati fungsinya sebagai media pertukaran
(medium of exchange).
- Benda
tersebut dianggap tidak mempunyai nilai sebagai barang (nilai intrinsik).
- Nilai benda
yang berfungsi sebagai uang ditentukan terkait dengan fungsinya sebagai
alat tukar. Dengan kata lain yang lebih berperan dalam benda yang
berfungsi sebagai uang adalah nilai tukar dan nilai nominalnya.[4]
Karena itu ia mengibaratkan uang sebagai “cermin yang
tidak mempunyai warna sendiri tapi mampu merefleksikan semua jenis warna.”
al-Ghazali tidak hanya menekankan pada aspek fungsi. Definisi yang demikian
lebih komprehensif dibanding dengan batasan-batasan yang dikemukakan oleh
kebanyakan ekonom konvensional. Sebab kebanyakan dari mereka mendefinisikan
uang sebatas pada fungsi-fungsi yang melekat padanya yaitu means
of exchange, measure of value, medium of deferred value dan store
of value (pertukaran, mengukur nilai, perantara dengan nilai
yang di tunda, dan menyimpan nilai).
Sedangkan Rolling Thomas mendefinisikan uang
sebagai berikut:
“something that is
readily and general accepted by the public in payment for the sale of goods,
service and other valuable assets and for payment of debt.” yang beartikan uang ialah apapun
yang siap dan umum yang diterima oleh publik pada pembayaran untuk penjualan
dari barang, jasa dan asset berharga lainnya dan untuk pembayaran hutang.[5]
Mata uang yang berlaku pada masa al-Ghazali terbuat dari
emas dan perak, yaitu dinar dan dirham, yang merupakan bahan terbaik untuk
membuat mata uang. Dalam sejarah ekonomi modern, dipilihnya emas dan perak
sebagai bahan mata uang memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan
bahan-bahan yang lain. Sebab kedua bahan tersebut dinilai memenuhi syarat untuk
dijadikan sebagai uang. Syarat-syarat tersebut adalah:
- Generally
acceptability (diterima secara luas).
Maksudnya adalah suatu benda dapat djadikan uang apabila ia diterima atau
disukai oleh masyarakat umum dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Suatu
kenyataan bahwa sekarang ini baik uang logam maupun uang kertas yang
kadang-kadang memiliki nilai nominal jauh melebihi nilai intrinsiknya
dapat berlaku karena diterima oleh masyarakat. Alasan penerimaan ini bukan
karena melihat bentuk maupun bahannya, melainkan karena uang
memiliki purchasing power (daya beli). Artinya dengan
uang dapat dibeli barang atau jasa apapun yang diinginkan oleh pemilik
uang tersebut.[6]
- Stability of
value (stabilitas nilai atau harga). Uang harus
memiliki stabilitas nilai yang tinggi, yaitu suatu kestabilan atau
ketetapan nilai atau harga walaupun bukan sesuatu hal yang mustahil masih
mempunyai kemungkinan untuk berfluktuasi, tetapi harus diusahakan agar
kemungkinan tersebut sekecil mungkin. Sebab jika nilai atau harga uang
selalu berubah-ubah akan menimbulkan kesulitan sehubungan dengan fungsinya
sebagai media pertukaran, pengukur nilai maupun fungsi baku moneter
lainnya. Dengan kata lain nilai uang adalah netral, tidak terpengaruh oleh
bahan bakunya.
- Portability (bentuknya simpel), hal ini ditujukan agar uang dapat mudah
dibawa-bawa, meskipun dalam jumlah yang besar. Dalam perkembangan
perekonomian modern, uang logam dianggap belum memenuhi persyaratan ini.
Karena itu kemudian muncul uang kertas yang dianggap lebih praktis untuk
dibawa dalam jumlah besar sekalipun. Bahkan kemudian muncul pula uang
giral seperti giro, cek, kartu kredit dan lain-lain yang lebih efisien
lagi. Akan tetapi penggunaan uang kertas ternyata mengabaikan
syarat-syarat yang lain sehingga mudah sekali mengalami fluktuasi nilai.
- Durability (tahan lama). Artinya adalah uang secara fisik harus tahan lama
dan tidak mudah untuk tujuan pemakaian jangka panjang. Sebab pada dasarnya
baik uang logam maupun uang kertas dibuat untuk dipergunakan dalam
transaksi berkali-kali dan jangka panjang. Sehingga harus tahan lama.
- Difficult to
imitate (sukar dipalsu). Syarat ini
dimaksudkan untuk menjaga kestabilan nilai uang. Sebab jika uang mudah
ditiru atau dipalsu akan menimbulkan kecenderungan atau kemungkinan
munculnya dua jenis uang yang berbeda dengan nominal yang sama,
yaitu good money (uang baik) atau uang asli dan bad
money (uang buruk) atau uang palsu. Sehingga berlakulah Hukum
Gresham.[7]
- Divisible to
small units (mudah dibagi menjadi
bagian-bagian kecil). Maksudnya uang harus mudah untuk ditentukan
perbandingannya dalam satuan-satuan kecil. Tujuannya untuk mempermudah
proses transaksi. Ini pula yang menjadi kelebihan relatif uang kartal
dibanding dengan sistem pertukaran barang secara langsung. Sebab meskipun
dalam transaksi yang paling kecilpun dapat dipergunakan.
- Suplainya
elastis. Maksudnya uang harus bisa mencukupi kebutuhan perekonomian agar
dapat mengimbangi kegiatan usaha dan memperlancar transaksi.
- Continuity, yaitu dalam pemberlakuannya tidak terlalu sering mengalami
pergantian. Sebab hal tersebut akan menimbulkan keraguan dalam masyarakat
yang menggunakannya.
- Mudah
disimpan. Syarat ini erat kaitannya dengan motif precauntionary (berjaga-jaga),
untuk penundaan kebutuhan dimasa yang akan datang dan kebutuhan yang
sifatnya tidak terduga dan juga terkait dengan keamanan uang itu sendiri.[8]
2.6 Fungsi Uang
Paparan di atas telah menjelaskan bahwa
beberapa fungsi uang antara lain adalah sebagai alat tukar, alat
pengukur nilai barang, alat penyimpan kekayaan dan sebagai alat pembayaran
tunda. Dalam hal ini menjelaskan beberapa fungsi yang dimiliki uang.
Fungsi-fungsi tersebut adalah :[9]
- Qiwam ad-dunya
- Alat at-tabadul
- Sarana pencapaian
tujuan dan untuk mendapatkan barang-barang lain.
Fungsi uang sebagai qiwam ad-dunya, artinya bahwa uang merupakan
alat yang dapat digunakan untuk menilai barang sekaligus membandingkannya
dengan barang yang lain. Al-Ghazali mengibaratkan uang dengan sebuah cermin
yang tidak memiliki warna sendiri tetapi mampu mencerminkan warna-warna yang
lain. Sebenarnya tidak memiliki nilai sendiri tetapi dapat menunjukkan
perbandingan nilai suatu barang dengan barang yang lain. Fungsi ini juga
menghapus kesulitan-kesulitan yang timbul dalam barter, yaitu dalam hal
penentuan perbandingan nilai barang yang akan ditukar.[10]
Sedangkan fungsi
uang sebagai alat at-tabadul atau al-mu’awidah,
adalah uang merupakan sarana pertukaran barang dalam suatu transaksi atau
sering disebut dengan medium of exchange. Fungsi ini terkait
dengan fungsi yang pertama. Dengan diketahuinya perbandingan nilai atau harga
antara barang-barang yang akan dipertukarkan maka barang-barang tersebut dapat
diwakili oleh uang dalam penyerahannya
Uang juga berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan
barang-barang lain dan tujuan-tujuan tertentu. Sebenarnya fungsi ini adalah
penjabaraan dari fungsi uang sebagai sarana tukar-menukar. Karena itu
dinyatakan “uang membeli barang dan barang tidak membeli uang.”[11]
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ekonomi islam mengajari
bahwa sagala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian,
kesejahteraan dunia dan akhirat).Oleh karena itu timbullah keuangan islam
dimana sebagai pedoman yang bersumber dari al-quran dan hadist untuk mengatur
atau sebagai acuan dalam melakukan kegiatan muamalah secara sah dan halal dalam
ajaran islam. Maka dibuatlah beberapa bentuk atau produk ekonomi islam
sebagaimana yang telah dijelaskan pada karya tulis ini dimana dengan produk
islam tersebut umat islam terhindar dari riba, haram,dan merugikan orang lain
baik dalam kegiatan dunia maupun akhirat sesuai dengan prinsip ekonomi islam.
[1] Peter
Gran, “Politik Ekonomi sebagai Suatu Paradigma untuk Telaah Sejarah Muslim”,
dalam Abu Baker A. Bagadeer (ed.), Islamisai 1992, hlm. 134.
[2]
www.bi.go.id
[3]
www.verypdf.com
[4]
Al-Ghazali, Ihya, Vol.
IV, hlm. 88.
[5]
Kaslan A. Tahir dalam, Pengantar Ekonomi
Tentang Uang, Kredi, Bank (Jakarta: Gunung Agung, 1969), hlm. 29.
[6]
Sjafruddin Prawira Negara, Ekonomi dan
Keuangan Makna Ekonomi Islam, cet. 1 ( Jakarta: Haji Masagung, 1988),
hlm. 138.
[7]
Hukum Gresham yang intinya berbunyi “uang yang jelek akan mengusir keluar uang yang baik” Penjelasan secara luas tentang hukum Gresham (Gresham Law) dapat
dilihat dalam Markoem Soemitro, Fasal-fasal Ekonomi II; Masalah
Keuangan, Kredit dan Bank, cet. 3 (Jakarta: Pradnjaparamita, 1961),
hlm. 26.
[8]
Lihat Muchdarsyah Sinungan, Uang dan
Bank (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 5-8.
[9]
Al-Ghazali, Ihya,vol. IV, hlm. 88-
91.
[10]
Ibid.hlm 10
[11]
Ibid.hlm 10
Kami berharap Kritik, Saran, dan Pendapat nya yang membangun demi perbaikan penulisan kedepannya.
Semoga Bermanfaat.
Kami berharap Kritik, Saran, dan Pendapat nya yang membangun demi perbaikan penulisan kedepannya.
Semoga Bermanfaat.